Bank Tabungan Pensiunan Syariah (BTPS) adalah bank dengan model bisnis unik yang bisa dibilang membuatnya lebih mirip leasing dibandingkan bank konvensional. Dengan tipe bank syariah, customer profile ibu-ibu prasejahtera yang unbankable (tidak memiliki tabungan di bank konvensional) – yakni berada pada segment ultramikro, dan business model Grameen Bank, BTPS ini menjadi daya tarik tersendiri ditengah padatnya sektor finance. BTPS dalam beberapa bulan terakhir menjadi salah satu saham yang banyak diomongin retail, ada apa sih emangnya?
Business Model: Bank Konvensional vs Grameen Bank – Analisa BTPS
Bagi orang yang awam, mungkin lebih familiar dengan bisnis model bank konvensional seperti BBCA BMRI BBNI NISP dimana secara simple business modelnya bisa digambarkan seperti ini:
Uang deposit masuk <=> Bank kasih bunga kecil <=> BANK <=> Bank pinjamkan uang <=> Peminjam bayar bunga besar ke bank
Namun ketika kita berbicara BTPS yang adalah sebuah bank syariah dan business modelnya seperti Grameen bank yang menyasar segment ultra-micro, kita harus modifikasi sedikit.. atau banyak? Kita perlu pahami dulu apa itu Grameen bank. Grameen Bank merupakan metode penyaluran kredit mikro yang ditujukan bagi golongan masyarakat miskin di pedesaan yang diluncurkan pertama kali di Bangladesh. Di Grameen bank, para peminjam (unbankable customers) harus membuat komunitas, sekumpulan 5-10 orang yang akan meminjam uang dengan average size ticket yang kecil (rerata 2.8 juta rupiah per orang). Lalu beberapa “arisan” ini dikumpulkan dalam 1 grup wilayah dan dikelola oleh branch office di daerah tersebut.
Yuk kita analisa BTPS lebih dalam lagi berdasarkan business model, story, fundamental, technical analysis hingga hitungan fair value dan MoS nya.
[restrict level=”notlogin,free”]
[elementor-template id=”9636″]
[/restrict]
[restrict level=”vip6,vip12,vip24″]
Grameen bank bisa sukses, dan diadopsi oleh BTPS karena ada dua hal: (1) social pressure terhadap peminjam yang gagal bayar, karena akan ditanggung renteng (walau cuma 1x, untuk Amartha 4x) – bukankah omongan ibu-ibu dan tetangga lebih menyakitkan? dan (2) pengumpulan hasil pinjaman akan lebih efektif karena CO BTPS (yang menagih) tidak perlu lagi datang ke masing2 orang, namun bisa langsung dalam 1 kelompok arisan.
Masuk ke BTPS, sebagai sebuah Grameen Bank yang memberikan pinjaman tanpa agunan ke kelompok prasejahtera (ibu-ibu unbankable) pastinya adalah sebuah bisnis yang beresiko tinggi. Karena customernya ini bukanlah kelas menengah atas maupun korporasi yang memiliki ketahanan dana yang tinggi dan resiko gagal bayar minim. Ibu-ibu unbankable ini pada dasarnya berasal dari keluarga kurang mampu yang mendapatkan penghasilan untuk hidup dari berjualan maupun berdagang sehari-harinya. Ketika kita tau bahwa customer profile nya memang se “berbahaya” itu bahkan tanpa agunan, apakah cukup jika “safety net” nya hanyalah social pressure saja? Tentu tidak.
Ketika dari 10 orang satu kelompok, yang gagal bayar cuma 1, mungkin ditanggung bersama masih bisa. Tapi jika yang gagal bayar sudah 3 dari 10, maka pastinya tidak akan mampu ditanggung renteng oleh kelompok tersebut; alhasil menjadi kredit macet. Jika BTPS memiliki margin yang tipis, dan terjadi gagal bayar cukup banyak, BTPS pasti sudah collaps dan merugi karena kerugian tidak bisa ditutupi oleh keuntungan yang ada. Artinya dengan resiko setinggi ini, seharusnya BTPS memiliki NIM (net interest margin) yang tinggi. Dan ya, BTPS memiliki NIM sangat tinggi.
Financial ratio saham BTPS vs Peers
BTPS memiliki ROE paling tinggi dibandingkan peers nya (silahkan cek lagi data terbaru), dengan NIM yang juga paling tinggi. Hal ini disebabkan oleh margin yang didapatkan BTPS dari customernya sangatlah tinggi. Dengan imbal hasil sekitar 30%, BTPS akan mendapatkan imbal hasil / bunga efektif setara 55%. Tinggi sekali.
Cost of fund (biaya dana) adalah total biaya bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan maupun deposito. Memang BTPS memiliki Cost of fund lebih tinggi dibandingkan BBCA BBRI BBNI BMRI dimana rata-rata memiliki nilai dibawah 2%. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena bank besar biasanya bertindak sebagai tempat tabungan para individu kelas menengah keatas maupun HNWI (high net-worth individual) dimana mereka mengutamakan safety dan nama besar untuk menyimpan duitnya. Sedangkan BTPS lebih mirip ke leasing (pemberi pinjaman) dibandingkan bank. Cost of fund yang besar diakibatkan dana murah yang didapatkan berasal dari jenis deposito / high-yield saving account yang memiliki bunga lebih tinggi daripada sekedar saving account biasa. Inilah yang menyebabkan CASA BTPS terlihat rendah.
Namun CASA yang rendah sebenarnya juga tidak berimpact buruk pada Cost of Fund BTPS. Buktinya, Cost of Fund BTPS masih terjaga dibawah 3% dan terus menurun sejak 2018. BTPS juga mendapat NIM yang sangat tinggi dari penyaluran pembiayaannya ke nasabah ultra mikro. Inilah yang membuat BTPS menjadi aman. NIM yang sangat tinggi adalah safety netnya BTPS.
Bagaimana performance BTPS vs PNM?
PNM adalah salah satu anak usaha dari BBRI yang fokus pada segment ultramikro. Tentu sangat logis jika kita membandingkan dua entiti ini karena bersinggungan di satu market yang sama.
Dari sisi profitability, BTPS mengungguli PNM secara ROE dan bahkan dengan Cost of Fund BTPS bisa 1/2 kali PNM. Hal ini wajar karena PNM bukanlah bank yang bisa mengumpulkan DPK (Dana Pihak Ketiga). Sumber dana PNM berasal dari pinjaman utang bank, obligasi, suntikan dana dll., yang pada umumnya memiliki bunga (cost) yang cukup tinggi. Walaupun PNM memiliki market share dan coverage lebih luas, secara profitability dan akses dana murah, BTPS menang telak. Dari sisi beban operasional pun BTPS lebih efisien dengan BOPO (Beban Operasional / Pendapatan Operasional) di kisaran 54% vs PNM di kisaran 84% (data FY 2022). Hal ini disebabkan efisiensi dari cost yang lebih kecil per pegawai BTPS dibandingkan PNM.
Profitability vs Valuation
Dari segi profitability dan efisiensi yang bisa dibilang sangat baik, seharusnya BTPS dihargai premium. Namun kenapa jika kita lihat valuasinya justru murah? PBV BTPS mirip dengan BBRI, BMRI, BRIS namun ROE nya bisa 2x lipat lebih besar. Terlebih kita bandingkan PER nya, dari rasio antara ROE dan PER nya saja sudah terlihat bahwa ada yang salah disini: BRIS dengan valuasi 15x PER memiliki ROE 14.6% jauh dibawah BTPS dengan 23%. Antara ini adalah opportunity salah harga, atau ada sesuatu yang belum kita lihat?
Beban Impairment yang makin tinggi, menggerus laba bersih
Seperti yang kita ketahui bahwa valuasi lebih didasarkan pada ekspektasi growth masa depan. Memang ada apa dengan growth masa depan BTPS sehingga dihargai murah dan dihajar market habis-habisan dari valuasinya yang sebelumnya premium?
Ternyata walaupun laba bersih 2022 masih bertumbuh, Q1 2023 hasilnya sangat tidak memuaskan. Walaupun di 2018-2020 double digit growth, begitu kita tarik ke 2022, BTPS hanya mampu tumbuh single digit CAGR, tidak sebaik teman2nya walaupun punya profitability yang luar biasa tinggi. Jadi ya saat ini wajar dong jika BTPS dihargai single digit PER. Laba bersih tergerus cukup besar oleh adanya CKPN. Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) merupakan cadangan yang dibentuk oleh bank untuk menghadapi terjadinya risiko kerugian akibat penanaman dana dalam aktiva produktif. BTPS tau dengan COVID dan tingginya inflasi, maka purchasing power kelas menengah kebawah akan sangat terdampak.
Hal ini dibuktikan dengan naiknya rasio impairment (hapus buku) dari tahun 2019 ke 2020 secara signifikan, dan nilainya masih diatas 8% per FY 2022. Kita juga harus ekpektasikan Impairment masih tinggi hingga H2 2023 ini, mungkin diangka 9-10%. Bisa jadi BTPS tidak tumbuh atau hanya tumbuh single digit growth tahun 2023 ini. CFO BTPS menilai bahwa improvement akan mulai terlihat di akhir 2023 menuju 2024. Dan banyak analis memprediksi bahwa tahun pemilu akan meningkatkan gairah belanja dan purchasing power masyarakat kelas menengah ke bawah. Jika BTPS mampu comeback di 1-2 tahun kemudian, apakah akan dihargai single digit PER lagi?
Kapan waktu tepat untuk masuk? – Growth story
Kondisi yang membuat BTPS terlihat buruk adalah banyaknya gagal bayar dan CKPN yang tinggi. Hal ini didasarkan pada kondisi makro yang memang sedang memburuk. Ditambah lagi kelas unbankable ini sangat rentan inflasi dan bahkan belum sempat pulih dari terpuruknya COVID yang menurunkan daya beli mereka. Akan butuh waktu untuk recovery. Namun triggernya adalah suku bunga harus turun dulu. Dan ini bisa dimulai dari turunnya core-inflation.
Dari Statista didapatkan bahwa setelah peak di 2023, inflasi akan diekspektasikan turun hingga level 3% di 2024 dan 2.7% di 2025. Jika kita lihat dalam bulanan, memang 4 bulan terakhir (data Trading Economics) inflasi sudah turun ke level 4% dari sebelumnya konsisten di 5% lebih. Setelah suku bunga dapat mengejar inflasi, akan ada masa halt dan kemudian perlahan menurun. Suku bunga turun akan membuat harga2 barang menurun dan akhirnya memberikan impact positif pada customer BTPS. Mungkin efeknya akan terlihat dalam 1 tahun lagi. Namun tentu saja, masuk ke saham ketika kondisi sudah membaik, bisa saja telat. Karena harga saham sudah mengekspektasikannya.
Bagaimana kalau dari dashboard Sahambagger? (KLIK DISINI) – data per akhir June 2023. Terlihat dari tipikal big snowflakes bahwa ini adalah wonderful company namun memiliki masalah pada valuation dan momemtum factornya. Wajar, penurunan 35% dalam 6 bulan pada strong downtrend pasti bikin retail pada pusing, makanya rame terus di stream stockbit. Namun daily trend sudah membaik dan menunjukkan uptrend. A-Factor yang hanya 53% akibat Momentum yang turunpun bisa dimaklumi. Namun penurunan ini justru memberikan valuasi yang jauh lebih murah dibandingkan BTPS dulu. MoS yang kuat bisa menjadi alasan untuk memiliki saham ini karena adanya safety net. Dari price vs net income pun terlihat ada opportunity gap di 2022-2023 ini: harganya lagging vs labanya, padahal revenuenya ATH terus. GPM dan ROE pun sudah stabil di 2021-2023 ini setelah ada sedikit penurunan dari pre-pandemic. Menurut saya 2023 ini bisa menjadi sebuah low-base dari BTPS. Ditambah price actionnya yang bisa memberikan margin-of-safety tinggi karena sudah turun drastis di 2023.
Kapan waktu tepat untuk masuk? – Technical analysis
Pada 20 June 2023, BTPS pertama kali menembus trendline downtrend besarnya dari 2022 (panah merah). Ini menunjukkan satu konfirmasi pertama bahwa buyer pressure sudah cukup kuat untuk breakout trendline dan menunjukkan bahwa harga saat ini bagi sebagian orang sudah murah. Lalu setelah breakout dilanjutkan dengan formasi three white soldiers dengan volume meningkat dan MACD uptrend (lingkaran merah). Three white soldiers adalah bullish price action yang memiliki chance baik ketika reversal pada demand zone yang kuat. MACD uptrend menunjukkan bahwa adanya momentum shift secara short-term dari bearish (turun) menuju bullish (naik). Terlebih harga 1900-2000 memang adalah demand zone terakhir (dari 2020) sebelum last support di 1800. Saya mulai menambah posisi dengan cukup besar pada long-term portfolio saya di zona ini. Jum’at lalu terdapat 1 candle koreksi dan to be expected karena terkena resistance 2021 dan tutup gap karena bagi dividend tempo hari. Dividend yield yang cukup tinggi juga menunjukkan bahwa harga saat ini termasuk murah vs laba yang dihasilkan.
Menurut saya sekarang adalah waktu yang cukup tepat untuk mulai akumulasi BTPS. Namun masih ada support 1800. Bisa saja turun lagi kesitu, karena EMA100 belum bisa ditembus (dan bisa saja kenaikan saat ini hanyalah bounce back sementara), dan secara medium-term belum bisa dikonfirmasikan bullish. Tetap jaga money management. Namun jika kamu bisa bersabar mungkin 1-2 tahun lagi, saya rasa BTPS sudah cukup murah. Ini lebih ke Value Investing (Long-term view) bukan Momentum Investing (Swing cepat). Fair value menurut saya ada di 2850-2900 dan ada strong supply zone juga disitu; dengan catatan growth story nya bisa kejadian. Only time will tell.
Update LK 5M (YTD May 2023) – 27 June 2023:
- Net Income 108B di May 2023 (-19% MoM dan -30% YoY), secara kumultif YTD Net Income 666B turun -6.2% YoY
- Impairment YTD menembus 518B (+64% YoY), atau setara CoC (cash of credit) setara 10%, atau di annualized bisa 1.2T, dimana ini sesuai dengan ekspektasi management.
- Turunnya net income didasarkan oleh penurunan kualitas aset, diakibatkan terdampaknya customer BTPS. Saat ini BTPS melakukan inisiatif untuk memaksimalkan asset quality dan memperketat pembiayaan. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan menjaga NIM maupun ROE, namun menurunkan growth dalam jangka pendek.
Secara valuasi BTPS berada di -2 PBV band, dimana ini menunjukkan bahwa harga sahamnya di valuasi murah sekali dibandingkan historicalnya. Dividend yield di 4.2% menunjukkan bahwa harga saat ini cukup murah karena labanya sudah growth jauh dibandingkan 2020 ketika harga sahamnya sama dengan sekarang dan Dividend yield 2.3%. Ketika harga saham downtrend dan dividend yield membesar, ini menunjukkan bahwa sebenarnya perusahaan ini baik namun sedang dihajar market saja, dimana Peter Lynch juga mengimplikasikan hal yang sama.
Menurut saya:
- BTPS adalah perusahaan berkualitas yang sedang terkena dampak buruk.
- Sebaiknya wait and see untuk masuk / nambah, kecuali memang punya ketahanan untuk simpan hingga 1-2 tahun kedepan. FYI, saya sudah punya BTPS. Jika Anda entry di 2100 dan bisa kembali ke 2900 akan ada upside sekitar 40%. 2900 hanya jika CKPN membaik dan kondisi 0% growth. Jika memang lanjut bertumbuh dengan CKPN mereda (customer ultramicro secara purchasing power kembali, maka saya rasa 3200 bisa tercapai – cukup optimis). 2 tahun adalah 8 kuarter, siapkan mental dan pantau terus LK bulanannya
- BTPS mirip dengan ACES, sebelumnya premium, kena problems hingga dihajar fund asing hingga sangat murah, dan akhirnya ACES mulai berbalik. Untuk BTPS masih belum selama inflasi masih tinggi (seperti analisa artikel sebelumnya). Moment ketika ada improvement luar biasa di LK bulanannya, bisa jadi adalah moment baik untuk masuk (seperti ACES)
Perusahaan siklus umumnya selalu begini: (perusahaan bagus berkualitas) —> (valuasi premium) —> (problem) —> (valuasi turun, undervalue) —> (jika problem hilang) —> (recovery)
Tinggal pertanyaannya adalah berapa panjang timeframe ini? Dan kapan yang di bold bisa kejadian?
Agas
[/restrict]
Momentum Stock Investor since 2017. S1 ITB (Indonesia), S2 YU (South Korea).
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.