Investing midset is important. Kamu harus memiliki mindset seorang investor saham yang tepat. Karena 80% kesuksesan berinvestasi berasal dari mindset yang tepat dan 20% dengan mempelajari teknik pemilihan saham. Terkadang kita terlalu terpaku pada “bagaimana cara membeli saham bagus.. mana stockpick yang bisa bikin bagger.. gua ga boleh ketinggalan invest di saham ini… perusahaan ini bakal jadi next Tesla…”
Sepengalaman saya, biasanya itu berakhir mengecewakan. Padahal beli saham biasa-biasa saja, tapi kita paham bahwa memang ‘murah, berkualitas, growing dan memiliki momentum’ bakal bisa menghasilkan return diatas market dan reksadana saham. Biasanya yang bikin gagal adalah karena menjual terlalu cepat (gatel tangannya), terlalu sering melihat chart sehingga FOMO yang lain, ataupun ragu setelah beli. Yakinlah, ini terjadi pada setiap investor muda. Tidak ada yang mau cuan lama. Manusia memang musuh utamanya adalah emotion. Fear and Greed kerap kali berputar-putar pada diri kita. Padahal kalau logikanya kalo investasi hanya perlu hitung-hitungan detail, akuntan bakal bisa kaya raya. Nyatanya tidak.
Saya awalnya adalah trader, dan sudah mencoba banyak financial aset mulai dari P2P, Reksadana, Equity crowd-funding, Option-trading, Crypto, Spot-Forex, Saham. Berawal dari mindset ingin cepat kaya, dan melihat bahwa kalau invest ga akan kemana-mana, maka saya fokus belajar trading dari 0 hingga menjadi profitable trader. Tapi pada akhirnya, saya jatuh cinta pada investasi dengan seluruh effort vs return yang dihasilkan: Membeli perusahaan berkualitas dan murah jauh dengan bisa tidur, bisa lebih banyak mengerjakan hal lain secara pararel, tidak perlu pantau market setiap saat, jauh lebih worth-it dibandingkan kondisi stress yang harus dialami ketika fokus trading (terutama scalper maupun day-trader), namun return yang dihasilkan tentu tidak bisa setinggi day trader.
Maka dari itu saya kombinasikan keduanya: Momentum investing, mengkombinasikan fundamental untuk screening, technical dan momentum untuk entry dan keluar. Metode ini bisa menghasilkan return diatas passive investing namun tidak perlu melakukan terlalu banyak trading volume seperti day trading.
Kita bisa bagi 3 jenis metode investing berdasarkan waktunya: long-term, daily, momentum (swing). Setelah mencoba ketiganya, saya melihat bahwa dalam long-term harga cenderung akan mengikuti laba dan fundamentalnya. Namun terkadang waktu tunggu terlalu lama (misalnya sideways selama 1 tahun) membuat opportunity loss, walaupun saham fundamental baik memberikan conviction pada kita untuk terus percaya diri bisa hold. Rata-rata long-term investor (Warren Buffet, Peter Lynch) memiliki expected return 15-35% per tahun, dan tidak terlalu banyak transaksi & turnover sehingga menurunkan transaction fee.
Pada day trading yang rata-rata hanya take-profit 2-5% dengan risk to reward 1:1 hingga 1:1.5, kamu membutuhkan trading volume (jumlah transaksi) yang cukup besar dan bisa saja setiap hari untuk bisa menghasilkan adjusted return yang memuaskan. Expected returnnya bisa mencapai >100% per tahun, dengan catatan strategy kamu memiliki edge dan trading volume tinggi setiap hari/bulan.
Momentum investing yang saya gunakan, memiliki kombinasi keduanya: expected return cukup tinggi di 40-60% per tahun namun dengan trading volume yang tidak terlalu tinggi (karena lebih menggunakan weekly chart, bukan daily chart untuk technical analysisnya). Walaupun dibandingkan dengan Investing (1-2 tahun horizon) maupu long-term investment (diatas 3 tahun) terlihat bahwa Momentum Investing ini juga melelahkan jika harus terus menerus dilakukan setiap bulan. Karena itu hadir Momentum Investing signal sebagai alat bantu semi-automatic alert.
Namun kembali lagi pada personality kita, saya harap kamu tidak selamanya harus bergantung dengan signal. Mari kita belajar untuk jadi investor yang jangka panjang. Karena pada akhirnya long-term investing itu memiliki kemampunan preserving wealth paling baik dan aman.
Momentum Stock Investor since 2017. S1 ITB (Indonesia), S2 YU (South Korea).