Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend

·

·

, ,

Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), dahulu dikenal sebagai Semen Gresik, berdiri kokoh sejak tahun 1953. Didirikan atas prakarsa Presiden Soekarno, perusahaan ini memulai operasinya pada tanggal 7 Agustus 1957 dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun.

Perjalanan SMGR diwarnai dengan berbagai pencapaian penting. Pada tahun 1991, SMGR mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Seiring waktu, SMGR terus memperluas jangkauannya dengan mengakuisisi PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa di tahun 1995, mengantarkannya menjadi raksasa semen di Indonesia dengan kapasitas terpasang mencapai 8,5 juta ton per tahun.

Tahun 1998 menjadi titik balik dengan kemitraan strategis bersama Cemex, perusahaan semen global asal Meksiko. Cemex mengakuisisi 14% saham SMGR, menandakan kepercayaan terhadap potensi perusahaan ini. Kemitraan ini membawa SMGR ke level internasional dan meningkatkan kapasitas terpasangnya menjadi 10 juta ton per tahun. Kepemilikan Cemex di SMGR terus meningkat hingga mencapai 26% di tahun 1999. Namun, di tahun 2006, Blue Valley Holdings PTE Ltd. mengambil alih 26% saham SMGR dari Cemex, menandai era baru bagi perusahaan.

Pada tahun 2012, SMGR melangkah lebih jauh dengan mengakuisisi PT Thang Long Cement Company (TLCC) di Vietnam, memperluas jangkauannya ke pasar internasional. Setahun kemudian, di tahun 2013, SMGR bertransformasi menjadi perusahaan induk strategis, menandakan komitmennya untuk memimpin industri semen di Indonesia.

Puncak kejayaan SMGR tercapai di tahun 2019. Pada tanggal 31 Januari, SMGR mengambil alih 80,64% saham Holderfin B.V. di PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB), meningkatkan kapasitas terpasangnya secara signifikan menjadi 31,8 juta ton per tahun. Seiring dengan itu, PT Holcim Indonesia Tbk berganti nama menjadi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB). Lebih dari sekadar perusahaan semen, SMGR menjelma menjadi penyedia solusi pembangunan terdepan di Indonesia. Pada tahun 2020, SMGR resmi mengubah mereknya menjadi SIG (Semen Indonesia Group), mencerminkan visinya untuk menciptakan kehidupan berkelanjutan, memberdayakan masyarakat, dan mengadopsi teknologi digital dalam menyediakan solusi bahan bangunan yang inovatif dan bernilai tambah.

Di tahun 2022, SIG semakin memperkuat posisinya dengan akuisisi PT Semen Baturaja (Persero) Tbk, menandakan integrasi BUMN Sub Klaster Semen dan menjadikan SIG sebagai raksasa semen terintegrasi di Indonesia.

SMGR Mengawali Tahun 2024 dengan Penurunan Pendapatan dan Laba Bersih

Semen Indonesia (SMGR) memulai tahun 2024 dengan performa yang kurang memuaskan. Pendapatan dan laba bersih SMGR di 1Q24 meleset dari ekspektasi analis dan investor.

image 42
Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend 12

Pendapatan SMGR turun 6,3% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 8,4 triliun, jauh di bawah prediksi para analis. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penjualan ritel yang lesu, yang menyumbang 73% dari total penjualan domestik SMGR. Meskipun penjualan regional menunjukkan peningkatan, volume penjualan secara keseluruhan turun 2,1%.

Upaya SMGR untuk menurunkan biaya bahan baku dan operasional tidak cukup untuk mengimbangi penurunan pendapatan. Laba bersih SMGR anjlok 16,0% menjadi Rp 472 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Para analis menilai kinerja SMGR di 1Q24 masih perlu dibenahi untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Persaingan yang ketat di industri semen dan lesunya permintaan menjadi tantangan utama yang dihadapi SMGR.

Key summary pencapaian SMGR:

  • Penurunan pendapatan: SMGR mencatat penurunan pendapatan 6,3% di kuartal 1 2024.
  • Penjualan ritel lesu: Penjualan ritel, yang merupakan kontributor utama pendapatan domestik, mengalami penurunan.
  • Penurunan laba bersih: Laba bersih SMGR turun 16,0% di kuartal 1 2024.
  • Upaya efisiensi: SMGR berhasil menurunkan biaya bahan baku dan operasional.
  • Tantangan: Persaingan ketat dan permintaan lesu akibat oversupply semen masih terjadi

Kinerja SMGR di kuartal 1 2024 menjadi sinyal peringatan bagi perusahaan. SMGR perlu mengambil langkah strategis untuk meningkatkan penjualan, mengoptimalkan efisiensi, dan menghadapi persaingan di industri semen yang dinamis.

Strategi SMGR Hadapi Tahun Penuh Tantangan: Fokus Keuangan, Menjaga Margin dan Efisiensi Produksi

SMGR diprediksi bakal lebih berhati-hati mengelola keuangan di tahun 2024. Kondisi geopolitik global yang memanas membuat SMGR fokus menjaga arus kas dan solvabilitas perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian yang mungkin terjadi. Meski begitu, SMGR tetap berupaya meningkatkan pangsa pasar ritel untuk meraih pertumbuhan organic. Secara financial strength, SMGR cukup sehat dengan punya rasio utang terhadap ekuitas (DER) yang sehat di angka 0,36x.

SMGR juga punya rencana untuk menjaga profit margin (tingkat keuntungan) mereka. Jika margin menurun, SMGR kemungkinan akan menyesuaikan harga jual rata-rata (ASP) di segmen kantong semen. Untuk segmen curah, mereka berpotensi memperbarui kontrak harga. Untuk sektor produksi semennya, SMGR mungkin akan menurunkan ASP mereka karena ekspektasi volume penjualan yang menurun. Apalagi, potensi pasokan semen di Indonesia bakal meningkat dengan kehadiran pemain baru, Hongshi Group. Akibatnya, analis merevisi perkiraan mereka, dengan pertumbuhan penjualan SMGR di tahun 2024 yang diperkirakan flat (tidak naik/turun) dan volume penjualan akan flattish plus minus sekitar 1,5% YoY.

Selain itu, SMGR berencana menerapkan beberapa strategi untuk menekan biaya produksi. Salah satunya adalah dengan meningkatkan efisiensi biaya logistik darat dan laut. Mereka juga berniat mengamankan harga kontrak batubara, yang merupakan bahan baku utama.

Kenapa batubara begitu penting untuk production cost SMGR, mari kita lihat proses pembuatan semen:

image 44
Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend 13

Untuk menjadi clinker (setelah rotary kiln), raw material yang sudah di homogenisasi harus dipanaskan di rotary kiln. Dan pemanasan ini membutuhkan minimal 700C menggunakan bahan baku batubara sebagai pemanas dan reduktor. Batubara ini menjadi salah satu bagian cost penting karena mengambil sekitar 40% total cost, cek data INTP dan SMGR berikut:

image 45
Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend 14

Namun walau begitu, SMGR akan sepenuhnya terpenuhi kebutuhan batubara di 2024 dengan skema harga domestic market obligation (DMO), yakni US$ 90 per ton untuk batubara jenis 6.322 GAR atau US$ 47 per ton untuk 4.200 GAR. Sehingga fluktuasi harga cost tidak akan se-extreme harga batubara luar. Namun DMO juga didasarkan oleh harga batubara, sehingga, jika di tahun-tahun berikutnya batubara harganya turun di spot market, tentu DMO juga akan di justifikasi.

image 49
Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend 15

Namun, selain supply yang masih tinggi (consumer demand belum cukup baik) dan cost batubara yang masih tinggi, aad beberapa tantangan yang perlu diwaspadai SMGR. Salah satunya adalah potensi kenaikan biaya kemasan karena bahan baku kemasan diimpor dan nilai tukar rupiah yang belum stabil.

Valuasi terlihat murah, apakah undervalue?

Stabilitas PBV (Price Book Value) di kisaran 0,5 hingga 0,6 menunjukkan valuasi perusahaan yang terjaga. Nilai PBV ini tergolong rendah dibandingkan industri semen secara keseluruhan, yang mengindikasikan potensi undervalued.

image 46
Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend 16

Profitability (ROE) terjaga di 5% dengan PBV 0.5x menurut saya ini sudah price-in harganya, tinggal melihat apakah di tahun berikutnya SMGR bisa growth? Menurut saya sangat possible jika 2024-2025 ini menjadi low-base, namun mari kita wait and see hingga di quarter selanjutnya terlihat adanya improvement terutama dari sisi inventory nya misal Days of Inventory Outstanding (DIO) yang makin cepat. Kita bisa prediksi juga dari harga batubara maupun kontrak kerja perusahaan konstruksi / property.

image 47
Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend 17

Technical analysis SMGR: Heavy downtrend

Secara technical analysis masih menunjukkan heavy downtrend. Saya prefer wait and see hingga membentuk fase sideways dengan akumulasi maupun reversal pattern.

Saat ini di harga 3500 – 3600 memang ada demand zone dari tahun 2009, bagi yang suka membeli BoW (buy on weakness) bisa mencoba, reward tinggi namun resiko sangat tinggi juga karena spekulasi pantulan pertama (berharap V-shape recovery). Saya lebih prefer menunggu.

image 48
Analisa saham SMGR: Oversupply semen + masih heavy downtrend 18

whatsapp chat clear whatsapp share clear


Leave a Reply

Sahambagger CS
Send via WhatsApp