PT. Bukit Asam Tbk (saham PTBA) bergerak dalam bidang pertambangan batubara, termasuk survei umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan perdagangan, pemeliharaan fasilitas pelabuhan batubara khusus untuk keperluan internal dan kebutuhan eksternal, pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap untuk kebutuhan internal dan eksternal dan memberikan jasa konsultasi terkait industri pertambangan batubara serta produk turunannya.
Dari chart diatas terlihat bahwa 98.7% pendapatan utama saham PTBA adalah dari segment pertambangan batubara.
Untuk memahami bagaimana business model saham PTBA, coba kita breakdown dari hulu ke hilirnya, didapatkan bahwa simple nya PTBA ini menambang batubara > lalu dikirimkan melalui hauling roadnya > dilakukan handling dan processing > di distribusikan > kirim melalui pelabuhan.
Pada perusahaan penambangan batubara, akan ada tiga hal penting yang sangat mempengaruhi laba bersihnya:
- Harga komoditasnya, dimana ini akan berpengaruh pada ASP (average selling price)
- Volume penjualan
- Stripping ratio (untuk efisiensi)
Silahkan login untuk melanjutkan membaca
[restrict level=”vip6,vip12,vip24″]
Di bawah ini, kita akan breakdown trend dari volume, ASP dan bagaimana impact nya terhadap revenue. Selama 9M22 hingga 9M23, ICI-3 (batubara GAR ~5000 yang dijual PTBA) cenderung tertekan mengikuti harga coal dunia, dimana Newcastle coal index turun ~48% dalam 1 tahun terakhir.
ASP saham PTBA turun dari puncaknya di 3Q22 dari 1400 ke 900 K IDR/ton, dimana penurunan ini setara -36% dari puncaknya. Management memproyeksikan di 2024 ICI-3 akan stabil dikisaran $75/ton atau setara 1.1 mio IDR/ton. Saat ini ICI-3 harganya $79/ton, dan menurut saya memang akan stabil pada level 75-80. Artinya penurunan revenue dari PTBA sudah cukup priced-in pada result 3Q23. Deengan kondisi masih perang dan severe cold di Eropa dan US, demand energy masih akan cukup tinggi paling tidak hingga 1-2 quarter kedepan. Bagaimana dengan volume penjualannya?
Kunci pertumbuhan dan ketahanan laba PTBA dari penurunan ASP nya adalah di kenaikan volume penjualan. Sejak 2020 – 2023, sales volume PTBA sudah tumbuh ~56% sehingga walaupun ASP nya turun di very low base ketika pandemic (2020), labanya tetap akan jauh lebih tinggi.
Sekarang kita bahas bagaimana tingkat efisiensi PTBA. Ada dua hal yang mau saya bahas disini: cash cost dan stripping ratio
Cash cost adalah biaya tunai produksi. Semakin rendah cash cost, semakin efisien sebuah perusahaan produsen / manufaktur menghasilkan produknya. Pada 9M23, PTBA mampu menurunkan cash cost sebesar 6.7% QoQ dikarenakan (1) optimisasi fasilitas coal-handling dan (2) loyalty rate yang lebih rendah pada skema HBA terbaru.
Untuk stripping ratio PTBA, walaupun terjadi kenaikan produksi sebesar 15% YoY, kenaikan stripping ratio hanya sebesar 5% dan berada sesuai target management di 6.3x. Hal ini menjadikan PTBA salah satu produsen yang paling efisien dimana UNTR stripping ratio di 9.4x sementara ITMG stripping ratio di 11.7x.
Pada dasarnya, kunci dari opportunity di saham tambang adalah apakah penurunan harga batubara bisa di hedging dengan sales volume nya, dan tetap menghasilkan dividend tinggi vs harga sahamnya yang masih cukup rendah.
Saham PTBA: Opportunity kenaikan sales volume
Saham PTBA adalah saham patriot, artinya fokus untuk memprioritaskan dalam negeri dan pemerintah. Dengan porsi ~58% domestik, penjualan PTBA paling besar adalah mensupport domestik sesuai DMO (domestic market obligation) yang harga jualnya sudah ditetapkan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengubah sebagian ketentuan kewajiban pasok batu bara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Perubahan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 399.K/MB.01/MEM.B/2023 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 267.K/MB.01/MEM.B/2022 Tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri yang disahkan pada 17 November 2023, dimana minimum DMO yang harus dipenuhi adalah 25% dari produksi tahun berjalan, dimana ini tidak akan mempengaruhi PTBA, dimana sebagian besar DMO nya memang untuk mensupport PLN.
Pada 7 Oktober 2023, PLTU Sumsel (Gambar diatas) sudah beroperasi secara komersial dimana akan menambah penjualan batubara saham PTBA sebesar 4 – 5 juta ton. Hingga 9M23, PTBA telah memproduksi sebanyak 31.9 juta ton. Dengan tambahan PLTU ini, di 4Q23, PTBA ada tambahan (3/12 x 4 = ~1 juta ton). Dengan melihat di 3Q23 PTBA sanggup memproduksi 13.1 juta ton, tambahan 1 juta ton ini mampu mendongkrak produksi sebesar 7.6% QoQ. Pertanyaan berikutnya: jika ada penambahan produksi batubara, apakah PTBA sanggup mengirimkannya dengan efisien?
Lokasi tambang yang jauh di antah berantah (Tanjung Enim), membuat PTBA harus bergantung pada PT KAI dalam pengiriman batubaranya secara cukup murah. Artinya cost pengiriman dan kecepatan produksi juga tergantung pada dua hal: (1) Biaya pengiriman yang di tetapkan PT. KAI dan (2) Kapasitas pengiriman PT. KAI
Dari segi kapasitas pengiriman, yang telah beroperasi adalah dari Tanjung Enim ke Tarahan (25 juta ton/tahun) dan Tanjung Enim ke Kertapati (7 juta ton/tahun). Artinya kapasitas maksimal per tahun pengiriman adalah 32 juta ton/tahun atau setara 8 juta ton / quarter. Dari hasil 9M23 volume pengangkutan kereta api PTBA ada di 23.7 juta ton, naik 12% YoY seiring dengan naiknya volume produksi dengan harga jual rata-rata di ~1 juta / ton. Saya rasa angka ini sangat wajar untuk basis perhitungan ASP 2024.
Jika kita annualized, 23.7 x 4/3 = 31.6 juta ton sudah membuat utilisasi jumlah pengiriman di 99%. Hal ini menjadi bottle neck PTBA saat ini. PTBA mampu untuk terus menambah volume produksi dan penjualan, namun pengirimannya terbatas. Inilah yang menyebabkan sales volume lagging vs produksi.
Hal ini yang menjadi urgensi PTBA sehingga perlu untuk menaikkan kapasitas pengiriman PT. KAI dimana prosesnya baru selesai di 4Q24 yakni sebesar tambahan 20 juta ton/tahun dan tambahan lagi di 20 juta ton per tahun pada 2026, dengan lingkup yang dibangun oleh PTBA adalah Train Loading System dan Coal Handling Facility sementara PT KAI menyiapkan dermaga serta sarana transportasinya (gerbong).
Melihat skema ini dimana paling cepat tambahan kapasitas 20 juta ton baru bisa terlaksana di Q4 2024, maka untuk perhitungan Q1 – Q3 2024 kita asumsikan menggunakan max capacity railways plus 1 juta ton / quarter dari PLTU, maka bisa kita asumsikan volume penjualan per quarter kurang lebih di 11 juta ton.
Adanya tambahan sales volume dari PLTU Sumsel tidak akan terdampak pada utilisasi PT. KAI karena pengiriman bisa melalui jalur darat. Jarak dari PLTU ke tambang PTBA sekitar 15km (33 menit). Dengan biaya pengiriman dengan truk 10 ton sekitar 0.2 USD / ton / km, maka biaya per ton nya sekitar 40 ribu rupiah saja (per truk sekitar 400 ribu). Jika di compare dengan value yang dikirim di 10 juta, maka cost pengiriman adalah sekitar 4%.
Let’s say jika per quarter bisa stabil di rata-rata 11 juta ton per quarter dengan ASP di 1 juta per ton maka revenue per tahun ada di 44 T. Dengan asumsi NPM di 11% maka laba bersih di level 4.8 T, maka EPS akan di 416.
Opportunity dari penurunan harga saham = dividend yield tinggi
Momentum bisa muncul pada dua arah: uptrend maupun downtrend. Penurunan harga saham batubara pada Q3 – Q4 2023 lalu diakibatkan oleh ekspektasi dan ketakutan akan turunnya laba. Momentum kuat ini menyebabkan saham PTBA turun dari level 4000 ke 2400. Artinya forward PER setara 2400 / 416 = 5.8x. Titik terendah saham PTBA pada low-base 2020 adalah di level 1900 – 2000 dengan EPS di 207. Dengan EPS minimal di 416 namun harga 2400, tentu menjadi sebuah opportunity bukan?
Opportunity yang muncul ini dalam bentuk dividend yield. Jika saham PTBA membagikan dividend payout ratio di 100% seperti 2 tahun kebelakang, artinya pada harga 2400 ~ 2700 akan memberikan dividend yield 15 ~ 17%, cukup menarik bukan? PTBA biasa membagikan dividend di antara Mei hingga Juli, artinya ada sekitar 6 bulan dari sekarang untuk dapat opportunity minimal ~15% yield. Kalaupun DPR hanya 50% tentu yield turun ke 7.5%. Angka yang menyedihkan, namun masih diatas risk-free obligation FR, jadi still good.
Namun ada satu resiko, jika kamu hanya mengincar momentum dividend tentu bisa jadi berbahaya, karena bisa saja harga saham turun lebih besar dibandingkan yield yang didapatkan. Namun, untuk menghilangkan resiko ini, kita perlu berfikir sebagai long-term dividend investor. Fokus kita adalah ternak lot.
Ternak lot artinya, kita beli saham high-dividend terus menerus selama harga saham masih cukup undervalue dan menggunakan dividend nya untuk di re-invest kembali, sehingga lot kita terus membesar. Semakin besar jumlah lot, semakin tinggi jumlah (absolute) dividend yang didapat. Kita lupakan naik turunnya harga saham (dan capital gain), kita fokus NABUNG long-term bukan mencari short-term capital gain dengan metode DCA (dollar-cost averaging).
DCA (Dollar-cost averaging) – Nabung Saham
Coba lihat grafik dibawah ini. Saham cyclical (seperti saham PTBA) harga sahamnya naik turun pada range 2000 – 4000 yang berkorelasi pada laba nya (siklus batubara). Artinya jika kita beli saham terus diharga menarik, misal kita tetapkan hanya akumulasi jika potensi dividend yield minimal 15%, misalnya beli hanya jika harga < 2700, maka dengan volume produksi yang makin naik, otomatis dividend yield kita akan terus terjaga diatas 15%. Jika suatu saat ada siklus batubara lagi (1 cycle biasanya 5-7 tahun) maka bisa saja dividend yield kita naik 2x nya ke 30% keatas. Namun jika di tahun-tahun depan harga batubara turun sehingga harga saham turun, itu menjadi opportunity untuk ternak lot (beli harga bawah sehingga dengan jumlah uang yang sama, bisa mendapatkan lot lebih banyak). Anggap waktu dimana sahamnya downtrend adalah waktu akumulasi.
Buktinya apa? Jika kamu punya saham PTBA di harga 2400 namun pada tahun 2021 lalu, maka kamu akan merasakan DPS (dividend per share) sebesar 687 (2022) dan 1091 (2023), yaitu total DPS 1778. Jika dibandingkan dengan harga avg saham di 2400, maka dividend yield selama 2 tahun adalah 1778 / 2400 = 74% yield. Dimana lagi kamu bisa dapatkan dividend yield 74% hanya dalam 2 tahun? Inilah kuncinya nabung saham (DCA) pada saham high-dividend. Harus sabar dan minimal hold >3 tahun untuk membuahkan hasil dari ternak lot. Anggap saja seperti tabungan pensiun.
Mindset kamu anggap nabung saham high-dividend itu seperti beli franchise, taruh uang dengan harapan bisnis kamu ngasih cashflow tahunan yang lumayan, tapi syaratnya tidak boleh dijual ke orang lain paling tidak 5 tahun kedepan. Sanggup?
[/restrict]
Momentum Stock Investor since 2017. S1 ITB (Indonesia), S2 YU (South Korea).
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.